Beberapa hari lalu Febriyanto mengalami musibah yang sangat menyedihkan. Badannya tiba-tiba melemah dan ia pun melakukan perawatan di sebuah Rumah Sakit. Kulit Febriyanto pun melepuh tampak seperti habis terbakar, diduga akibat dari kelainan di tubuh Febriyanto. Sejauh ini, ini tergolong penyakit kulit yang cukup parah menurut dokter.
Akibat dari penyakit tersebut Febriyanto harus terbaring dengan badan yang kaku dan perih di atas tempat pembaringan di Rumah Sakit. Ia sama sekali tidak bisa menggerakkan badannya. Kulitnya terkadang menempel di tempat tidurnya, mengelupas, dan berdarah. Tak jarang, Febriyanto meringis kesakitan.
Ia juga tidak mampu membuka mata dan menggerakkan mulutnya dengan normal. Seluruh badannya benar-benar kaku dan bersisik. Oleh karena itu, Febriyanto hanya bisa mengonsumsi bubur dan air saja. Untuk makanan yang lebih berat ia belum bisa, karena kesulitan untuk menguyahnya.
Sebelum mengalami sakit tersebut, keseharian Febriyanto diisi dengan membantu Orang Tua bekerja sebagai buruh bangunan atau pembantu Tukang Bangunan. Kegiatan tersebut menjadi rutinitas utama Febriyanto semenjak ia putus sekolah, karena sesuatu dan lain hal. Kegiatan tersebut tentu tidak terlepas dari kondisi perekonomian keluarga Febriyanto yang pas-pasan. Oleh karena itu, ia berinisiatif untuk membantu Orang Tua dengan bekerja.
Selama dirawat di Rumah Sakit, Ayah lah yang senantiasa menjaga Febriyanto. Membantu segala kebutuhannya, mengganti alas tidurnya, hinga menyiapkan makanan untuknya. Sedangkan Sang Ibu tinggal di rumah bersama Adik Febriyanto yang masih bayi. Ayah yang bekerja sebagai Kuli Bangunan tersebut juga menjadi tulang punggung utama keluarga. Beliaulah yang membantu biaya pengobatan Febriyanto dan biaya hidup keluarga.
Sejatinya pekerjaan musiman, proyek bangunan tidak selalu siap tersedia. Selain upah yang pas-pasan, Ayah Febriyanto juga kerap menganggur karena belum mendapatkan pekerjaan. Di kala itulah ia merasa begitu sedih, lebih-lebih Febriyanto tidak memiliki kartu BPJS. Karena tidak ada pemasukan, sedangkan kebutuhan anak-anak dan keluarga terus meronta-ronta setiap harinya.
Oleh karena itu, Ayah 5 anak tersebut mau tidak mau harus meminta sumbangsih ke keluarga terdekat dan instansi terkait, melihat kondisi semakin mencekik.
Menanti doa-doa orang baik