Kekuatan Sedekah Menembus Batas Kehidupan

Kita kerap mendengar berbagai pujian tentang Indonesia, karena keindahan dan kekayaan alam yang dimilikinya. Bahkan, Indonesia disebut-sebut sebagai surganya dunia atau Atlantis, sebuah negeri indah nan kaya-raya yang hilang. Kita pun dapat mengaminkan berbagai pujian tersebut, sebab begitulah adanya. Lautnya yang membentang luas menyimpan berbagai terumbu karang yang indah, aneka biota laut yang dapat dimakan, dan sebagainya. Begitu juga dengan daratannya yang subur, menyediakan berbagai tumbuh-tumbuhan, aneka mineral, bahkan tambang emas mulia.

Di sisi lain, Keadaan berlimpah tersebut tidak serta-merta memberikan kebaikan bagi penduduk sekitar. Kita masih mudah menemukan orang-orang yang kelaparan dan meminta-minta di jalanan. Kemiskinan penduduk baik di Kota maupun di Desa menjadi hal lumrah yang masih menjadi masalah. Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, di Bulan Maret 2023, angka kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi yakni 25,90 %.

Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Ketidakmampuan Sumber Daya Manusia untuk mengelola potensi alam yang dimiliki kerap menjadi alasan umum tentang masalah tersebut. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang notabene lebih maju dari Indonesia, negeri kita masih lebih unggul dalam hal Sumber Daya Alam yang dimiliki. Namun, sedikitnya Sumber Daya Alam  yang sedikit itu dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga semua potensi yang dimilki dapat memberikan keuntungan.

Selain itu, berbagai pihak juga berpendapat bahwa penyebab keterbelakangan Bangsa Indonesia dalam hal ekonomi disebabkan Sistim Pemerintahan atau Birokrasi. Produk-produk unggulan lokal tertatih-tatih bersaing dengan produk luar. Setiap rumah dipenuhi oleh produk buatan negara lain. Bukan karena ketidakmampuan Bangsa Indonesia dalam menciptakan produk yang sama, namun keterbukaan Indonesia terhadap perdagangan bebas dunia juga menjadi masalah tersendiri. Di sisi lain, regulasi tersebut tentu menguntungkan, namun Bangsa Indonesia belum siap untuk bersaing secara global.

Oleh karena itu, kerja sama masih perlu ditingkatkan di setiap persendian bangsa Indonesia, dari atas (pemerintahan) hingga yang terbawah (masyarakat) secara umum. Seperti halnya lidi, jika hanya sebatang atau dua batang, maka pemanfaatannya tidak hanya seberapa, bahkan bisa jadi ia tidak lagi bisa dimanfaatkan. Berbeda lagi jika dikumpulkan jadi satu hingga menjadi sebuah ikatan seperti sapu lidi. Maka, ia pun dapat bermanfaat lebih banyak. Satu halaman rumah pun dapat dibersihkan.

Sedekah Untuk Menambah Keselamatan Bersama

Setiap orang memiliki peran dan jalan masing-masing untuk melakukan kebaikan. Seorang akademisi berbagi kebaikan dengan ilmu yang ia miliki, seorang pengusaha berbagi kebaikan dengan rezeki yang mereka dapatkan, bahkan jika seseorang tidak memiliki apa-apa, ia pun bisa berbagi kemaslahatan dengan mendoakan yang baik-baik untuk sesama.

Di dalam kehidupan sosial dan masyarakat setiap insan juga telah ditetapkan takdirnya oleh Allah SWT. Begitu indahnya penciptaan dan penyusunan Allah SWT yang sedemikian rupa, sehingga dapat menciptakan struktur kehidupan yang nyaman bagi penghuninya. Ketika di awal penciptaan, manusia sempat diragukan kebijaksanaannya oleh Para Malaikat, hingga berprasangka bahwa manusia hanya akan menciptakan kerusakan di muka bumi. Namun, Allah SWT membantah dan membalikkan persepsi tersebut.

Berkat kecerdasan dan kekuatan yang ditanamkan oleh Allah SWT melalui akalnya, manusia dapat bertahan di muka bumi. Mereka mulai memanfaatkan berbagai potensi sekitar seperti batu, kayu, dan sebagainya. Seiring berjalannya waktu, pikiran dan kepekaan manusia itu pun semakin terasah. Rasa penasarannya semakin tinggi, hingga membuat ia terus menggali dan membokar semua rahasia yang ada dihamparkan oleh Allah SWT di muka bumi ini.

Dari budaya berburu, mereka pun mengganti cara bertahan hidup dengan bercocok-tanam, sembari nomaden (berpindah-pindah) ke berbagai tempat. Sebagai makhluk sosial, manusia tentu tidak dapat hidup sendiri-sendiri. Mereka pun mulai membuat interaksi lebih luas dengan lebih banyak orang. Mereka mulai membentuk komunitas-komunitas atau kelompok di setiap tempat yang mereka singgahi.

Sifat dan kebiasaan hidup secara kolektif tersebut menjadi dasar pembentukan sifat dan kepribadian manusia di masa kini. Tidak ada orang yang sepenuhnya menjadi invidual atau introvert, sebab kita tentu membutuhkan keterlibatan orang lain meski pun hanya beberapa. Seseorang bisa saja diberikan kemampuan hanya untuk memberi satu atau dua ekor ikan untuk makan setiap harinya, bahkan seseorang juga bisa saja diberikan kemampuan untuk memberikan pancing, sehingga mereka bisa mendapatkan ikan yang lebih banyak.

Secara kuantitas memang kedua hal tersebut berbeda. Namun, tujuan dan hasil akhir dari kegiatan tersebut tetap sama yakni untuk menyelesaikan masalah dan meringankan beban sesama kita. Sebab Allah SWT sama sekali tidak memandang seberapa yang bisa berikan, namun ia memandang kekuatan hati dan niat kita untuk melakukan kebaikan tersebut.

Oleh karena itulah, sekecil apa pun upaya kita, itu lebih baik daripada tidak melakukan sesuatu yang berarti.

Rasullullah Teladan Dalam Bersedekah

Jika kita ingin mendapatkan seorang role model yang terbaik, sudah pasti Nabi Muhammad SAW lah yang paling pantas. Beliau lah seorang pemimpin, guru, dan suri tauladan bagi setiap orang di dalam kehidupan.

Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab ayat 21).

Di dalam sebuah hadist pun dinyatakan, bahwa kehadiran Rasullullah SAW di muka bumi ini adalah untuk meluruskan dan memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak sedemikian rupa.

“Dari Abu Harairah radhiyallahu anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR Ahmad dan Al-Hakim).

Kebaik dan kelulurusan akhlak Rasullullah membuat kagum para sahabat beliau. Salah satunya adalah Abu Bakar As-Shiddiq. Beliau yang dijuluki sebagai ahli sunnah tersebut masih saja risau dan bertanya-tanya tentang sunnah apa yang belum ia laksanakan selepas Rasullullah wafat.

Suatu ketika, ketika Abu Bakar Ash-Siddiq berkunjung ke rumah seorang anaknya, Aisyah Ra, “Anakku, adakah sunnah kekasihku (Rasullullah) yang belum aku kerjakan ?”, Aisyah Ra menjawan, “Wahai Ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah, setahu saya tidak ada satu sunnah pun yang belum Ayah lakukan, kecuali satu sunnah saja.”

“Apakah itu ?” Tanya Abu Bakar Penasaran.

“Ayah ketahuilah, setiap hari, semasa hidupnya, Rasullullah SAW selalu pergi mendatangi pengemis buta Yahudi yang berada di penghujung pasar untuk mengantarkan makanan,” Kata Aisyah Ra.

Keesokan harinya, Abu Bakar langsung mendatangi pengemis tersebut dengan membawakan makanan yang akan diberikan kepadanya. Ketika Abu Bakar tiba dan mulai menyuapi Si Pengemis itu, Sang mengemis marah dan membentak Abu Bakar As-Shiddiq.

“Siapa kamu ? kamu bukan orang yang biasa datang untuk menyuapiku. Ia menyuapi Aku dengan lembut dan penuh kasih sayang.“ Tanya pengemis buta tersebut.

Abu Bakar tidak kuasa menahan tangis setelah mendengar perkataan dari Sang Pengemis tersebut. Sembari menumpahkan rasa kesedihannya, Abu Bakar perlahan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Si Pengemis.

„Iya, saya memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Orang yang kau maksud telah meninggalkan kita semua, iyalah Rasullullah SAW.“ Terang Abu Bakar As-Shiddiq.

Seketika Si Pengemis itu larut dalam duka, ia tidak menyangka bahwa orang yang ia benci dan caci-maki begitu tulus dan baik cintanya. Jika saja ia mengetahui hal tersebut semenjak awal, mungkin saja ia tidak akan mencaci Rasullullah SAW secara habis-habisan.

Pada akhirnya, ia pun menyatakan diri memeluk agama Islam di hadapan Abu Bakar.

Sedekah Memberi Manfaat

Kebiaasaan bersedekah sudah seharusnya ditanamkan di setiap diri kita, keluarga, dan masyarakat. Sebab sedekah dapat menjadi pemecah masalah di tengah-tengah kita. Di luar sana, kita masih dapat menemukan anak-anak yang tidak sanggup melanjutkan pendidikan mereka karena terkendala ekonomi. Karena kondisi perekonomian yang sulit tersebut, mereka pun terpaksa membanting tulang dan melepaskan segala gemerlap masa kanak-kanak dan remaja mereka, demi pundi-pundi untuk bertahan hidup.

Kita juga kerap menemukan orang-orang yang tidak memiliki biaya untuk berobat, hingga pada akhirnya mereka harus berserah diri dengan kondisi dan penyakitnya yang mengancam nyawa. Jika demikian, siapa yang memiliki tanggung jawab ? itulah tanggung jawab kita bersama. Seorang pengusaha dan Philantropist, DR Tahir, memiliki pengalaman unik dan inspiratif selama beliau menjalankan berbagai kebaikan  untuk membantu sesama.

Seorang direktur di perusahaan DR Tahir menceritakan, bahwa ia kerap bertemu dengan seorang anak yang mana mereka kakak-beradik penjual susu kacang di sebuah traffic light di jalan. Setiap ia melewati jalan tersebut, ia kerap memperhatikan dan membeli susu yang ia jajakan. Soal rasa, susu yang mereka jual memang lezat, katanya. Saking seringnya membeli susu di anak-anak tersebut, mereka pun menjadi dekat dan kerap mengobrol selama lampu berhenti.

Anak kakak-beradik tersebut mengaku terpaksa berjualan untuk memenuhi kebutuhan mereka, bahkan untuk membiayai sekolah mereka. Susu yang mereka jual dibuat oleh orang tua mereka di rumah. Saking dekatnya, direktur Pa DR Tahir tersbut menjadi tahu di mana lokasi rumah mereka.

Sang Direktur membawa cerita tersebut hingga ke kantor Pak DR Tahir, beserta dengan susu yang ia beli. DR Tahir mendengar kisah yang disampaikan dengan begitu seksama. Ternyata, kisah anak-anak tersebut sangat mirip dengan apa yang pernah dialami oleh DR Tahir di masa lampau. Apa yang kita lihat hari ini, tentang kesuksesan dan segala macam pencapaian DR Tahir hanyalah sebagian dari kehidupan beliau. Di balik hal tersebut, ada jerih payah, kerja keras, kesulitan, dan asam-manisnya kehidupan yang pernah dijalani oleh beliau.

Tanpa berpikir panjang, DR Tahir meminta untuk diantarkan ke rumah anak tersebut. Direktur beliau sempat menolak, agar beliaulah yang mengutus bawahannya untuk ke sana. Namun, usulan tersebut ditolak begitu saja oleh DR Tahir dan menegaskan bahwa beliau sendiri lah yang akan menemui anak tersebut.

Setelah sampai di rumah keluarga anak tersebut, beliau menyaksikan sendiri kesederhanaan dan kesahajaan kehidupan mereka. Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana di pinggiran Kota Jakarta. Unutuk sampai ke rumah tersebut, beliau melewati banyak gang sempit dan berliku. Setelah mengobrol lebih jauh, DR Tahir memutuskan untuk membantu pendidikan mereka dan meninggalkan beberapa uang untuk menunjang kebutuhan keluarga kecil itu.

DR Tahir mengakui, memang beliau tidak mendapatkan imbalan secara langsung atas segala bentuk pemberian yang dia lakukan. Namun, beliau pernah merasakan apa yang dirasakan selama masa-masa sulit dan tentunya beliau menyadari bahwa segalal bentuk harta yang beliau punya adalah titipan untuk ia salurkan ke orang-orang yang membutuhkan. Karena kebaikan itu pula, beliau merasa segala urusan di kehidupannya menjadi lebih mudah dan berjalan lancar.

Ketika DR Tahir memberikan beasiswa biaya pendidikan tersebut, mereka sedang menempuh pendidikan di bangku SMP. Hingga pada akhirnya, dua orang pemuda datang ke kantor DR Tahir dan memperkenalkan diri mereka sendiri. Itulah mereka, setelah lulus perguruan tinggi. Anak Perempuan yang dibantu oleh DR Tahir bekerja sebagai dokter di rumah sakit swasta dan Sang Kakak lulus sebagai seorang Insinyur dengan pekerjaan yang sudah mapan.

Mereka berterima kasih kepada DR Tahir, chairman Mayapada Group tersebut karena telah mempercayakan mereka untuk melanjutkan pendidikan dengan biaya dari dana pribadi beliau. Mereka mengakui, Tanpa jasa beliau mereka tidak mungkin bisa mengenyam pendidikan yang layak dan dengan tenang. Pada akhirnya, anak-anak yang dulunya berjualan Es Coklat Kacang di jalan tersebut mampu bersinar dan mengubah nasib mereka menjadi lebih baik.

Scroll to Top